Kamis, 16 Januari 2025

Tahun 2025 Jangan Jadi Ojek Online!

 




Menjadi ojol sangatlah menyenangkan, kerjanya santai, dan bisa banyak duit, itulah yang awalnya gue pikirkan, yang mungkin juga dipikirkan banyak ojol yang baru terjun ke lapangan. Berpikir semua akan terasa indah, yang kemudian berubah menjadi caci maki dan keluhan tiap hari. Banyak orang bilang ojol atau ojek online itu merupakan pekerjaan yang gampang, tanpa skill, gak perlu pendidikan. Padahal nyatanya gak segampang itu. Ada skill ojol yang mungkin gak dipunyai orang lain yaitu skill ketabahan. Ketabahan dalam menghadapi siksaan. Mulai dari disiksa customer, aplikasi, keadaan lapangan, dan masih banyak lagi.

Setiap pekerjaan pasti ada lebih dan kurangnya, tetapi menjadi ojol kurangnya sangat lebih. Disini gue mau bahas kenapa kalian sebaiknya jangan jadi ojek online di tahun 2025 ini:

1. Gak dihargai customer

Seringkali customer menganggap diri mereka adalah ràja, mereka bayar dengan segala macam promo, lalu menganggap ojol atau driver merupakan budak mereka. Gue paling sering menemukan customer macam gini misalnya saat pengantaran makanan. Banyak customer manja yang memaksa ojol untuk naik ke lantai 2, 3, 4, lebih lagi, mengantar makanan itu dan menaruhnya di gagang pintu kamar customer. Gue heran, apa susahnya sih ngambil makanan ke bawah? Apa perlu sekalian gue suapin atau bersihin kamarnya? Jujur gue selalu kesal dapat customer seperti ini, biasanya kalau gue tolak pasti bakal jawab, "Biasanya driver lain bisa pak!" Alasan mereka biasanya yaitu sakit, gue herannya sakit kenapa mesan mie level pedas dan minum es teh? Bahkan gue pernah nemu customer yang notenya selalu sakit dan gak sembuh sembuh, bilang dirinya sakit demi gak turun ke bawah. Atau alasan lain yaitu gak ada di kos, padahal ngumpet di dalam. Coba deh taruh makanannya, lalu tungguin, pasti ada si kampret di dalam keluar ngambil.

Tolong hargai ojol dengan ngambil makanan sendiri ke bawah, jangan memperlama kerja ojol. Ingat, ojol ongkir terdekat cuma 8.800, uang segitu gak bisa menggantikan motor yang hilang kalau di parkir di luar. Yang gak kalah nyebelin yaitu dalam pengantaran barang. Gue sering nemu customer yang mau hemat tapi membahayakan nyawa orang. Misalnya disuru bawa barang besar yang melebihi motor, contohnya seperti kulkas, lemari, kasur, bahkan tangki air dan yang paling parah yaitu bawa kambing. Kalau ditolak, senjata mereka selalu bilang, "Driver lain biasanya bisa kok!" Selain itu gue pernah menemukan penipuan dimana barang yang tertulis cuma 1 kg, taunya barangnya tangki air buat nampung air. Yang gue lakukan? Cancel langsung depan muka customernya. Tolong buat para driver atau ojol, jangan membahayakan nyawa kalian demi ongkir 8400, 8500. Dipakai buat berobat kalau kecelakaan pun gak cukup.

Lainnya gue pernah menemukan customer aneh, yang udah order, tapi disuruh nunggu dan minta dijemput lagi 1 jam. Buset, memangnya ojol itu supir pribadinya? Supir pribadi pun gak mau nunggu dengan bayaran 8000. Apa gak sekalian sambil nunggu dia, ojol disuruh bersih bersih rumahnya? Sungguh aneh sekali. Yang gue juga kesal sama customer yang order sesuatu, sehabis itu hpnya ditinggal. Entah ditinggal tidur, nyuci, ngurusin rumah, dan lainnya. Jelas ini menyusahkan ojol karena harus nunggu lama biar pesanannya diambil customer. Gue sering nemu customer playing victim yang  ngelaporin pesanannya gak dianter sama driver dan nyalahin driver, padahal dia sendiri ketiduran atau gak respond lebih dari sejam.

Berikutnya yang gak kalah ngeselin yaitu customer yang suka nitip di luar orderannya, misalnya nitip beli rokok, kerupuk, teh poci, dan benda lainnya di warung. Jelas ini merugikan waktu, biasanya kalo nemu orang seperti ini gue cuma bisa diem gak buka chatnya, pas sampai di tempat customer gue bilang, "Eh ada nitip ya, maaf saya ketiduran gak liat hp jadinya." Biasanya orang yang suka nitip gini selalu bilang uang drivernya diganti lewat tips, yang ditungguin gak akan pernah muncul.

Customer ngeselin lainnya yaitu waktu ojol baru ðapet orderan, dengan gampangnya dia bilang, "Tolong cepetin ya!" Anjrit! Dia yang telat, order di waktu mepet, malah nyuruh orang buat cepat. Disangka motor ojol punya sayap. Kalo nemu customer begini sebaiknya dijawab, "Baik tuan/nyonya, persiapkan diri, saya akan pesankan ambulan terbaik untuk anda" Selain itu yang bikin heran, customer yang order makanan pun suka seperti ini nyuruh driver atau ojol cepat, padahal asal kalian tau tugas driver bukanlah memasak atau ikut bagian di dalam dapur. Jadi gue herannya kenapa driver disuruh cepat, apa mungkin disuruh bantuin masak di dapur?

Sebenarnya masih banyak jenis customer yang nyebelin, tapi sekali lagi gak semua customer ngeselin, masih banyak yang baik. Baik dalam bikin strategi biar ojol mau naik ke lantai 2, biar mau bawa barang besar, biar mau nunggu satu jam buat dijemput. Baik dalam memberikan tips, yang biasanya dijanjikan customer namun tak pernah muncul keberadaannya. Gue pun jadi tau sekarang, tip itu yang bener ngasi tambahan, kalo tips itu mungkin tips atau tutorial.

2. Ongkir murah, potongan aplikasi terlalu besar.

Bahan pokok semakin naik, kebutuhan hidup semakin mahal, tapi ongkir ojol selalu setia membumi. Entah sampai kapan ongkirnya mentok di angka 8000, mungkin saat umr di Indonesia di atas 10 juta, ongkir ojol pun masih sama. Bukannya gak bersyukur, yang jadi masalah disini adalah pihak aplikator yang semakin rakus. Buat yang belum tau, biaya yang customer bayar di aplikasi itu bukan semua masuk di ojol, tapi dibagi ke aplikator. Kalau sesuai potongannya gak masalah, tapi ini bisa lebih. Yang katanya 20 persen misalnya, bisa jadi 40 bahkan sampai gue ngerasa sistemnya jadi bagi hasil 50 : 50. Gue pernah ngirim barang ongkir 8500 pembayaran tunai, jumlah tagih tunai ke customer sebesar 16.000 rupiah. Apakah itu 20 persen? Gue mikir mungkin sistemnya sekarang udah bagi hasil, atau pihak aplikator punya rumus matematika tersendiri yang gak orang waras mengerti. Gak hanya sekali dua kali, bahkan gue sering nemu ojol lain yang punya keluhan yang sama.

Motor punya sendiri, servis ditanggung sendiri, kuota sendiri, tenaga sendiri, tapi yang duduk angkat kaki di kantor pengen dapet lebih banyak. Ngomongin soal pendapatan, mungkin setiap daerahnya berbeda. Namun yang bikin gue heran yaitu kebetulan gue tinggal di Bali, daerah yang pariwisatanya sudah terkenal dunia. Herannya yaitu harga yang dibayar warga lokal dengan bule itu sama, dengan harga murah 10 ribuan bule udah bisa keliling. Jelas ini aneh, daerah pariwisata namun dijual dengan sangat murah. Bahkan ada momen dimana gue pernah ngerasa malu waktu nurunin bule, tagih tunainya cuma 2 ribu. Jadi dia ðapet promo dari aplikasi, dengan santai dia mengeluarkan duit 2 ribu di depan gue yang kebetulan di sekitar sana dilihat sama ojek pangkalan

Gue ngerasa mungkin gak akan pernah ada kenaikan tarif, selama berbagai aplikator saling perang harga. Mungkin ada masanya ongkir ojol atau driver cuma 4 ribu rupiah, karena 6 ribu aja udah ada dan banyak yang mau. Mirisnya lagi gue merasa lebih kasihan sama driver mobil, karena harganya cuma bhéda 2-4 ribu sama motor. Bayangin mobil harga ratusan juta, tapi ongkir terdekat cuma 10 ribu, berasa naik odong-odong murah. Aplikator gak pernah mikir berapa biaya perawatan, bensin, dan lainnya. Mereka asik duduk santai di ruangan ac sambil angkat kaki.

Jujur gue paling kesal waktu cuaca hujan badai, ongkir benar benar sulit buat naik padahal cuaca hujan resikonya sangat tinggi. Mungkin nunggu pohon bertumbangan, banjir dimana màna, baru ongkir naik. Biasanya kalau kenaikan tarif atau lonjakan ini potongannya pun semakin mengerikan, yang kehujanan siapa, yang nikmatin malah orang orang rakus di kantor.

3. Program pembodohan dari aplikator dan sistem kacau

Jujur sampai hari ini gue gak ngerti sama beberapa program atau gebrakan ngawur dari aplikator yang katanya menguntungkan, malah seperti program kerja rodi versi modern. Salah satu programnya yaitu pengantaran jarak dekat atau program slot. Terlihat program ini menguntungkan, karena ojol gak perlu capek jauh nganter orderan, melainkan hanya radius 1 - 4 kilo. Yang jadi masalah yaitu ongkirnya yang semakin dipotong. Bahan pokok semua naik, biaya hidup semakin mahal, tapi ongkir malah semakin dipotong. Dari yang seharusnya 8000 an, menjadi cuma 6 - 7 ribu. Sementara customer bayar normal dengan harga full sekitar 16 - 19 ribu. Yang diuntungkan dari program ini? Jelas pihak Aplikator yang dapat lebih banyak. Gue gak bisa bayangin dengan ongkir segitu, dapat resto yang nunggunya sampai sejam lebih. Gak heran banyak driver yang ikut program ini berusaha ngemis ðapet tip dengan carà membuat cerita sedih kepada customer karena ongkirnya yang terlalu parah.

Menurut gue ini program pembodohan dan penjajahan era modern, korbannya biasanya menyasar paða orang-orang awam yang baru daftar atau orang yang akunnya sepi orderan, seolah dipaksa sistem biar mau kerja rodi. Gebrakan lainnya yang gak kalah parah yaitu double order. Dimana ojol atau driver mengantarkan dua orderan sekaligus ke tempat yang searah dan berdekatan, terlihat menguntungkan bagi driver kan? Nyatanya, ongkirnya pun dipangkas lagi. Dari yang seharusnya terdekat dapat 16 ribu, jadi cuma kisaran 11-12 ribu. Gue gak ngerti kenapa ada sistem seperti ini, bahkan kadang ada customer yang gak tau soal double order ini, disangka driver sengaja diem ngopi gak gerak atau makin menjauh dari rumah customer. Yang disalahkan? Ya driver, disangka sengaja bikin orang kelaperan. Gue yang dulunya masih jadi customer pun menyangka driver yang ngambil orderan gue sengaja diem ngopi atau gak bisa baca map karena malah menjauh dari lokasi rumah gue. Padahal lagi jalanin double order.

Menurut gue seharusnya program ini dihapuskan saja karena dampaknya malah ngerugiin ojol, memperkaya aplikator. Program slot juga ngeselin, ngeselinnya karena selalu kuotanya penuh. Banyak ojol yang frustasi susah orderan sehingga mengambil jalan terburuk yaitu slot demi orderannya lancar. Jadi orderannya itu ada areanya, pengantarannya gak jauh namun ongkirnya dipotong sadis. Padahal ikut program aneh ini belum tentu lancar. Program slot ini juga motong ongkir jadi 5-7 ribuan, anehnya malah laris manis. Gue gak ngerti kenapa banyak yang sebodoh itu ikutan program slot. Mungkin kedepannya ongkir jadi cuma 2 ribu pun masih tetap laris manis. Program slot ini memang pembodohan yang mengacaukan sistem dan merugikan para ojol. Seolah para ojol sengaja dibuat orderannya sepi, lalu frustasi dan mencari jalan terburuk yaitu slot. Program ini emang cara ampuh buat makin potong ongkos driver, gue yakin kedepannya dari 5 ribu bakal turun sampai jadi seribu rupiah.

Lalu soal insentif juga sengaja dipersulit. Gue pernah hampir mencapai target, namun yang terjadi malah dicurangi sistem dimana gue gak dikasi orderan, atau dikasi orderan yang ngambilnya jauh dan tempatnya terkenal bikin yang nunggu ketiduran dan bisa sambil camping. Insentif yang ditawarkan pun gak menarik, malah ditujukan bagi siapa saja yang siap mati dan menyerahkan nyawanya demi aplikator yang makin kaya.

Ngomongin soal sistem, memang gak ada sistem yang sampurna. Namun aplikator punya sistem yang sempurna untuk menyiksa drivernya. Hal yang bikin jengkel dari sistemnya yaitu sengaja ngasih penjemputan yang terlalu jauh. Gue sering dapet orderan dimana posisi gue dekat dengan tujuan customer dibandingkan ke lokasi jemput customer tersebut. Gue berpikir apa mungkin sekarang sistemnya customer yang jemput driver? Masalahnya penjemputan terlalu jauh ini benar benar bikin bensin cepat habis, mungkin pihak aplikator menganggap motor bisa isi bensin pake air galon.

Paling parah yaitu sistem dari aplikator, perusahaan sebesar itu tapi gak bisa yang namanya mengatasi orderan fiktif atau palsu. Sudah banyak driver baru yang jadi korbannya, gue pernah nemu driver baru yang kena tipu sampai atmnya dikuras. Dulu awal ngojol pun gue pernah kena tipu, dimana gue beli dan nganter 1 buah manggis ke customer, tapi customernya gak pernah muncul keberadaannya. Akhirnya gue klaim fiktif ke panti asuhan menyerahkan 1 buah manggis, untungnya masih diterima. Karena ada driver lain yang gak diterima, ya jelas karena yang diserahkan 1 kresek isi makanan kucing.

Yang bikin gue heran, akun fiktif itu itu saja, modusnya juga sama, tapi kenapa akunnya selalu utuh dan aman padahal sudah sering dilaporkan. Jujur gue gak ngerti kenapa akun akun fiktif ini semacam dipelihara, entah semoga saja bukan permainan dari dalam. Siapa pun yang bikin fiktif, gue berdoa semoga rumah kalian ketimpa makanan kucing.

4. Driver yang lebih banyak dari orderannya

Gue merasa pihak aplikator mempunyai misi untuk menjadikan seluruh warga negara indonesia menjadi ojek online. Karena pembukaan driver baru yang terus dilakukan tiap hari. Jumlah ojol sekarang udah benar benar gak terkendali, ibaratnya 1 orderan direbutin 30 driver. Banyak kasus dimana yang tadinya customer, ikutan berubah menjadi ojol atau driver. Pembukaan driver setiap harinya ini jelas menguntungkan aplikator, karena dari sana mereka ðapet uang dari jualan atribut. Mereka gak peduli mau senumpuk apa driver di jalanan, sebanyak apa penunggu pohon, ruko kosong, dan pinggir jalan. Mungkin ada masanya nanti semua customer jadi ojol, harus saling baku hantam demi rebutin 1 orderan.

Bayangin aja setiap hari ada ratusan driver baru yang dilepas ke jalanan, biasanya orderan pun diproritaskan ke driver baru. Gue pernah menjadi driver baru dimana orderan sangat cepat, bahkan ada seorang driver lain bilang ke gue, "Wih akun baru ya, coba liat minggu depan" Gue gak ngerti maksudnya apa, ternyata makin lama gue paham kalau anak baru selalu disayang, kalo dah lama bakal ditendang perlahan. Aplikator sebenarnya terlihat mulia, karena berhasil mengurangi jumlah pengangguran di negara ini. Tapi ya dikontrol juga dong, orderan gak nambah banyak, tapi drivernya malah numpuk. Sama aja seperti memindahkan pengangguran dari rumah, ke pinggir jalan buat nunggu orderan yang gak masuk masuk.

5. Driver selalu salah

Aplikator gak pernah takut kehilangan driver, karena mati satu, yang daftar besoknya ada ratusan. Jadi apa pun yang terjadi, customer selalu menang. Gue sering menemukan kasus dimana driver menjadi korban keisengan customer yang ngasi bintang satu atau bikin laporan palsu tanpa bukti. Pihak aplikator tanpa segan langsung ngasi hukuman ke driver walaupun tanpa bukti. Customer iseng atau asal mencet bikin laporan palsu pun, akun driver atau ojolnya langsung jadi korban suspend tanpa tahu kebenarannya. Gak heran tiap hari di kantor aplikator banyak driver yang ada disana, mereka harus banding jelasin segala macam dengan bukti baru akun mereka aman. Berbeda dengan customer, tanpa bukti jelas pun mereka dipercaya. Makanya gue berharap, semoga semua customer jadi driver.

6. Gak dihargai pihak resto

Banyak kasus dimana pihak resto gak menghargai driver yang datang ke tempatnya. Padahal tanpa driver, makanan mereka bakal terbengkalai gak ada yang nganter. Ada kasus dimana pihak resto tidak menyediakan tempat tunggu yang layak bagi driver. Misalnya pernah terjadi di resto besar, driver disuruh nunggu di luar, gak ada tempat duduk, dibiarkan kepanasan atau kehujanan. Pihak resto seperti menganggap driver itu menjijikan dan membawa kuman penyakit yang dapat membuat pengunjung lainnya diare. Resto rumah pun juga ada yang sombong seperti ini, gak ngasi tempat duduk, malah nempel berbagai tulisan dan aturan yang gak enak dibaca driver.

Kalo nemu resto semacam ini, biasanya gue langsung cancel di depan orangnya. Biar mereka saja yang nganter makanan, atau suruh orang kantor aplikator yang nganterin makanan. Lebih parah lagi ada resto yang drivernya dateng, tapi bilang, "Loh ada orderan ya pak?" Ya iyalah, terus driver datang kesana mau ngapain? Minta sumbangan buat bensin?

Gue cuma mau bilang kepada kalian pemilik resto besar atau rumahan, tolong kalau sumber daya gak cukup, jangan maksain buka online. Pernah gue menemukan kasus dimana satu rumah, tapi ada berbagai resto dan berbagai jenis makanan. Yang kerja sedikit, tapi restonya bejibun, yang jadi korban ya driver nunggu berjam-jam. Tolong kalo gak siap jangan maksain buka online. Gue pernah menemukan kasus dimana gue dateng ke suatu resto, tapi disuruh nunggu karena orangnya masih ke pasar nyari bahan makanan buat dimasak. Ingat, driver datang ya makanan langsung disiapkan, bukan masih nyari bahan ke pasar. Gue gak kebayang kalau misalnya disuruh nunggu karena pihak restonya masih di laut mancing ikan.

7. Semakin berat

Banyak yang bilang kalo sekarang merupakan masa kegelapan dan kesuraman bagi ojek online, berbeda dengan jaman dulu yang masih sejahtera. Ongkir dan bonus yang dulu masih masuk akal, berbeda dengan sekarang yang potongannya semakin besar dan masuk akal bagi aplikator. Jujur menjadi ojek online saat ini memang sangat berat. Menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan utama seperti mencari cara mati perlahan dan ibaratnya seperti disembelih perlahan sama pihak aplikator. Pihak aplikator dengan bangganya menawarkan berbagai pinjaman online, karena mereka tau drivernya hidupnya tidak sejahtera.

Pendapatan yang semakin tidak stabil, hari ini banyak, belum tentu besok bisa sama. Bisa saja sedikit dapat orderan, bahkan bisa pulang gak bawa apa. Persaingan yang semakin banyak, ongkir yang gak manusiawi, dan potongan yang semakin tinggi. Mereka tau mereka dibutuhkan, makanya bisa semena-mena. Pemerintah pun tutup mata dan membiarkan semua terjadi. Makanya gue selalu mikir, mungkin bisnis aplikasi seperti ini memang paling menguntungkan. Modal yang gak banyak, tinggal angkat kaki di meja nunggu uang dari yang kerja di lapangan. Gue yakin seandainya pihak aplikator motong ongkir sampai tinggal 2 ribu doang, masih banyak kok yang mau ngambil kerjaan ini.

Gue pun berharap siapa pun kalian yang baca ini, sebaiknya berpikir 8800 kali buat menjadikan pekerjaan ini sebagai yang utama. Kalo jadi sampingan mungkin gak masalah, tapi kalo memang udah sangat kepepet itu yang susah. Memang sebenarnya pekerjaan ini punya sisi positifnya seperti waktu yang fleksibel, bebas tanpa terikat, gak memandang usia. Tapi hanya itu saja, lebih banyak sisi negatifnya jika dijalani semakin lama. Buat yang masih muda, masih ada kesempatan buat bekerja di tempat lain, misalnya di kantor aplikator. Buat yang udah berumur ini yang susah, karena lowongan pekerjaan di Indonesia mempensiunkan orang di usia 25 tahun. Mau gak mau menjalani pekerjaan ini walaupun sebenarnya gue yakin pasti ada keluhan dan caci maki dalam hatinya.

Saat ini gue mulai berpikir untuk mencari pekerjaan yang bisa menggantikan jadi ojek online. Gue yakin kedepannya ongkir akan semakin menurun, bukan tambah naik. Gue yakin akan ada masanya ongkir cuma 2 ribu rupiah, potongan lebih dari 40 persen. Semua perlahan dipaksa masuk dalam lingkaran slot atau menjadi driver goceng.  Orderan dibuat sepi, sehingga para ojol nyari cara biar tetap lancar dengan ikutan program licik dari aplikator.

Banyak yang bilang kalo banyak ngeluh, kenapa gak berhenti aja. Mencari pekerjaan lain gak segampang itu apalagi buat yang berumur 30 ke atas, gue yakin kalo mereka ada pilihan lain pasti bakal ninggalin ojek online. Buat yang bilang kenapa ojol banyak ngeluh dan cengeng, gue cuma bisa jawab semua pekerjaan pasti ada keluhan. Ojol memang hanya berstatus mitra bukan karyawan, namun yang namanya mitra ya harusnya saling menguntungkan, bukan menusuk perlahan

Tulisan ini dibuat dengan tujuan agar orang tau bahwa menjadi driver atau ojek online gak segampang itu, gak sesantai itu, gak sesimpel itu. Biar orang juga tau resikonya jika memilih bekerja sebagai ojek online, agar lebih mempertimbangkan dengan baik. Karena banyak orang melihat dari sisi enaknya aja, dari sisi busuknya banyak yang belum tahu. Kalo pun kalian pernah melihat iklan dari aplikator dimana dikatakan perbulan bisa 10 juta rupiah dan lebih lagi, iya itu semua memang benar. Jika kerjanya sambil jual motor, sambil ngemis minta tip ke customer, dan kerja 30 hari full 24 jam sebagai driver goceng.

Gue cuma berharap kedepannya ongkir bisa lebih layak, potongan lebih masuk akal, dan program program merugikan dihapuskan. Terakhir gue cuma mau bilang, siapa pun kalian yang mencetuskan program aneh seperti ini, semoga kuburannya gak ditaburi uang goceng.



Rabu, 15 Juli 2020

Gagal Masuk Bigetron Esports

Gue baru sadar, bahwa beberapa kali gue hampir sukses, terkenal, dapet cewek cantik. Jadi beberapa tahun ini, gue punya impian besar, menjadi pemain game terkenal. Impian yang keren di kalangan para pemuda, namun dianggap absurd oleh orang kebanyakan. “Main game terus! Emang ngehasilin uang? Bikin bodoh aja!”



Untuk mencapai impian itu, tentunya gue harus main game online. Belakangan ini gue gak pernah nemu atlit game terkenal yang main game semacam tetris, feeding frenxy, dan zuma. Game pertama yang gue mainkan di handphone adalah salah satu MOBA yang cukup trending beberapa tahun ini, Mobile Legends. Kebetulan gue main pas awal gamenya baru awal-awal rilis. Pas gue main game tersebut di sekolah, temen gue pada keheranan, lalu bilang, “Game bocah apa tuh yang lo mainin?” Sambil ketawa. Beberapa bulan kemudian pada download dan main.



Sekian lama main game tersebut gue dapet banyak temen. Salah satu temen yang paling gue inget ketika gue sedang semangatnya menang, salah satu tim lawan ngechat, “Ampun bang, lagi bantu temen ngepush nih.” Tapi gue gak peduli, gue tetap kejam dan brutal sampai akhirnya gue menang. Selesai pertandingan itu gue diadd, mungkin gak mau ketemu lawan kayak gue lagi.



Akhirnya kita pun main bareng, dari yang gue lihat, orang ini ternyata jago juga. Beberapa karakter yang dia sering pake, berada di peringkat 10 besar dunia. Seketika jiwa kesombongan gue meningkat. Orang sejago ini minta pengampunan sama gue? Berarti gue sehebat apa?

Gue gak terlalu mengenal dia. Satu hal yang pasti gue tau dari dia: dia gak punya kehidupan. Karena terlalu niat main, dan selalu online kapan pun gue login. Mungkin makan di Kasur, mandi di Kasur, berak di Kasur. Karena jam main kita berbeda, dan tentunya gue masih punya kehidupan, akhirnya gue gak pernah main sama dia lagi. Dan beberapa tahun kemudian, dia juara dunia mobile legends, masuk salah satu tim esport terbesar di Indonesia, followernya ratusan ribu. Sementara gue juara dunia nyusahin, atlit rebahan, dan setengah follower akun Instagram udah mati. Mungkin sekarang kalo gue ketemu dia lagi, giliran gue yang bakal bilang, “Ampun Bang,”



Waktu itu gue masih sekolah, jadi gue suka iri sama orang yang punya waktu seharian buat main. Gak mungkin juga gue bilang gini ke orang tua, “Mau berhenti sekolah! Demi peringkat 1 game!” Yang ada hidup gue berakhir berak di jalanan. Kemudian gue mendengar kabar, ada sebuah game moba yang bakal menjadi saingan Mobile Legends yaitu Mobile Arena. Hypenya cukup besar waktu itu, bahkan temen gue di Mobile Legends pada mau pindah. Temen deket di sekolahan juga pada main, mungkin ini titik terang bagi gue untuk sukses bareng mereka, menjadi nomer satu di Indonesia.



Kenyataannya jauh dari yang gue harapkan. Bukannya menjadi nomer satu di Indonesia, melainkan nomer satu tertinggal karena kalah terus. Beberapa tournament online maupun offline yang kita ikuti pun semuanya berakhir tragis. Mulai dari tournament pertama mendadak nyari personel, tournament sekali main langsung kalah gara-gara sinyal, dan tournament berikutnya kalah karena gak ada Latihan (Latihan pun sama aja).


Prestasi terbaik gue mengikuti tournament yaitu ketika sekali lagi menang masuk semifinal, gue main totalitas. Gue yakin bakal juara, lalu bakal ikut kualifikasi di Jakarta dan dapet juara lagi, berangkat ke luar negeri buat tournament internasional, dapet juara lagi. Gue membayangkan kesuksesan Bersama teman, populer banyak fans, dan dapet cewek luar negeri. Impian itu pun hancur saat gue denger salah satu temen gue mau pergi untuk persiapan hari raya agamanya. Ya, pergi saat pertandingan mau mulai. Jadi pertandingan pun lima lawan empat, dan tim gue sukses hancur lebur sekejap. Walau berlima sama aja sih hancurnya.

Setelah menyerah dengan keadaan (tournament terakhir kalah lagi karena sinyal) gue dan temen mencoba main PUBG, waktu itu masih awal banget, masih sedikit yang main. Tapi sayangnya gue gak ada kepikiran buat focus ke sana. Beberapa bulan kemudian gamenya booming.




Ketika perkuliahan gue baru akan dimulai, gue dapet kabar kalo game favorit gue di playstation dulu, call of duty bakal ada di handphone. Gue antusias banget, langsung download dan Latihan game itu. Ternyata gue cukup jago dan berbakat. Kebetulan gue main versi beta di luar negeri, karena server Indonesia belum buka. Membantai orang luar negeri membuat gue semakin yakin, gue bakal meratakan orang Indonesia dengan mudah. 


Saat rilis di Indonesia nanti gue bertekad penuh untuk masuk 10 besar pemain terbaik server Indonesia. Gak peduli apa pun yang menghalangi gue, termasuk kuliah. Rencana gue yaitu bolos dua minggu Kuliah, kejar ranking sampai nomer satu, ketika udah gak bisa dikejar orang baru gue masuk. Gak lulus mata kuliah demi nomer satu game, mantap abis. Selain itu rencana gue yaitu nyari tim buat ngejar rank nanti. Karena sejago apa pun seseorang, kalo timnya goblok, pasti bakal hancur juga. Ibaratnya seperti sekuat apa pun seorang manusia, gak bakal bisa menggendong empat orang lain di punggungnya.

Gak lama gue dapet info kalo bakal ada tournament online pertama, gue makin antusias. Tapi gue belum nemu tim juga. Gak mungkin juga gue nekat main sendiri lawan lima walau gue jago. Ada seseorang random ngajak gue ikut timnya, secepat mungkin gue terima, walau gue gak tau apa dia jenis manusia yang bakal meringankan beban gue atau matahin punggung gue.



Pas tournament dimulai gue gugup abis. Pertandingan pertama biasa aja, kedua tambah lebih biasa aja, ketiga gue hancur lebur yang berujung kekalahan. Ternyata orang-orang ini cukup menantang, gak bisa diremehkan. Gue terus mengevaluasi diri, mungkin selama ini gue main ngelawan dua orang asli, sisanya computer, makanya gue banyak ngekill. Meski gue sadar bahwa gue goblok abis, tetap gue gak mau nyerah, yakin bakal peringkat 10 besar di Indonesia.

Tiap hari gue Latihan, nyoba fitur-fitur di game, tiap hari juga ngecheck berita apa gamenya udah rilis di Indonesia atau belum. Penantian lama pun datang, ada kabar gamenya rilis tanggal 1 Oktober. Karena tiap hari gue memeriksa berita dan kabar di komunitas grup game itu, sehari sebelum gamenya rilis gue dapet kabar kalo gamenya udah bisa didownload dan main.

Otomatis gue pulang dari kampus langsung menuju tempat ngopi langganan buat download, lalu ngajakin temen gue nongkrong juga (biar ga sendirian). Jam 6 sore download selesai, langsung gue main. Gak memperdulikan keberadaan temen di sekitar, kalo pun diajak ngobrol, jawaban gue asal. 

Latihan keras selama ini terbayar, karena apa yang menjadi harapan gue (meratakan satu Indonesia) hampir terwujud. Entah kenapa gue bisa jago banget, ngalahin banyak orang, padahal main timnya orang acak. Waktu gue periksa daftar peringkat, gue histeris. Nama gue terdapat di peringkat empat. Gue langsung ngasi tau temen dengan penuh rasa bangga sambil berulang kali menyebut kata, “Gue top global.” (tiga kali) Mereka biasa aja, sibuk main game masing-masing.




Dengan penuh semangat gue terus main, siapa pun lawannya gue hajar. Karena saling balapan ranking, sama sekali gue gak berhenti main. Bahkan gue rela nahan pipis, demi top global. Temen gue mulai jenuh, lalu bilang akan pulang. Gue berusaha menahan mereka, biar gue gak sendirian di sana. Soalnya orang di sekitar gue pada bawa temen. Apalagi gue waktu itu cuma mesen minuman satu seharga 10 ribu, diem lebih dari empat jam.

Karena makin malem, akhirnya temen gue pergi satu per satu meninggalkan gue sendiri yang masih main. Kabar buruk pun datang lagi, saat gue liat udah jam 11. Tempat nongkrong gue mau tutup, berarti gue harus pulang ke rumah. Perjalanan ke rumah selama setengah jam, itu berarti waktu gue terbuang, bisa aja gue kesalip jauh. Waktu itu gue sempat kepikiran untuk teriak, “Gue top global, tempat ini jangan tutup!” Tapi niat itu gue urungkan. Atau pun nyandera salah satu pengunjung di sana, dan mengancam akan membunuh apabila tempat ditutup. 

Pas tempat ditutup pun gue masih sempat main di parkiran motor saking gak mau kesalip. Malam itu di jalan gue memikirkan kehidupan gue nantinya, menjadi top global, terkenal, dapet cewek cantik. Sebentar lagi itu semua akan tercapai, jadi gue ngebut banget demi cepat tiba di Rumah. Pas gue periksa peringkat, turun dua, langsung gue gak terima. Gue main lagi, membantai setiap orang yang ketemu gue. Menjadi top global itu membahagiakan, karena tiap kali abis main pasti banyak yang ngeadd. Yang ngirim pesan pun banyak. Salah satunya yang paling gue males yaitu orang yang nawarin masuk squadnya.

Ada salah satu yang nawarin gue masuk squad, Namanya isi BTR Natic, awalnya gue males baca, tapi akhirnya gue liat. Dia bilang dia lagi nyari orang, kalo mau masuk squadnya, suruh dm di Instagram. Apaan sih! Kenapa mesti lewat Instagram? Ini orang pasti mau nyari follower! Apalagi isi memuji gue, “GG main mu bro.” pasti ini trik marketing. 



Gak lama gue main sama temen, temen gue itu cerita, tadi gue dan dia sempat ketemu dan ngalahin Natic, seorang kapten PUBG BIgetron Esport, salah satu tim terbaik dan terbesar di Indonesia. Gue langsung buka pesan yang tadi, ternyata udah hilang. Akhirnya gue chat lagi, untungnya dijawab. Username Instagramnya gue cari, yang gue temukan ternyata memang BTR Natic asli. Gue histeris! Dipuji sama juara dunia game PUBG.



Biar natic semakin yakin kalo gue memang pantes jadi tim utama btr, jadi calon juara dunia, ngangkat piala emas bareng dia, gue main bareng sama dia. Waktu itu gue main bareng sama Natic, sisanya temen-temen yang juga peringkat 10 besar. Gue santai aja, udah pasti menang. Siapa pun yang ketemu kami pasti ketakutan, berharap sinyalnya ngelag dan disconnect. 



Saat itu udah jam 3 pagi, dan gue belum tidur, bahkan baru istirahat sebentar. Itu pun karena tempat ngopi ditutup jadi harus pulang, kalo ga ditutup, ya gue tetap duduk main game disana dengan segelas kopi yang udah kosong dari berjam-jam lalu.

Karena begitu berambisi mempertahankan peringkat, buang air kecil pun gue anggap sebagai ancaman, bahkan harus gue percepat. Gue gak boleh turun peringkat. Kesuksesan tinggal menghitung waktu. 

Main jam 3 pagi itu pun susah banget ketemu lawan. Karena gamenya masih baru, jadi belum terlalu banyak pemain. Sambil menunggu, gue pake buat beristirahat, mengobrol dengan Bokap. Gue mulai membanggakan prestasi gue dalam mendapat peringkat 10 besar (padahal gak ada yang main), membicarakan pekerjaan menjadi atlit game professional, yang terkenal dengan gaji tinggi dan popular.

Pas udah ketemu lawan, gue seneng, akhirnya ada lawan yang gak beruntung ketemu kami. Pas  udah main, gue kewalahan. Ternyata lawannya jago banget. Gue pun sukses menjadi beban di tim gue sendiri. Untungnya tim gue jago dan menang, jadi gue gak terlalu keliatan jadi beban. Kalo gue mainnya kayak gini terus, gue gak bakal bisa masuk tim utama BTR. Maka dari itu gue berharap: semoga gak ketemu lawan kayak gini lagi.

Pertandingan berikutnya ketemu lagi. Lawan yang sama, yang nyusahin gue. Tapi kali ini dengan tekad dan belajar dari kesalahan, gue gak terlalu keliatan beban. Main gue biasa aja, setidaknya gak nyusahin.

Sambil menunggu lawan, akhirnya gue memutuskan untuk menghubungi Natic di Instagram, lalu bilang kalo gue minat masuk timnya. Gak lama dia membalas, lalu nyuruh gue untuk mengganti nama menjadi BTR. Sebuah nama mengerikan. yang membuat musuh down ketika ngeliat nama itu, terutama gue biasanya. Pas gue mau ganti nama, gue lupa, kalo mau ganti nama mesti bayar pake uang asli. Akhirnya gue join Bigetron tanpa ganti nama. Walaupun mesti melalui tahap uji coba, setidaknya gue diakui hebat oleh juara dunia pubg. 








Terlalu sibuk melawan musuh yang sebanding, gak terasa udah jam 6 pagi. Dan gue belum tidur. Udah gak ketemu lawan lagi, mungkin pada delete game karena abis ketemu gue. Terbayang kesuksesan ada di depan mata, bikin gue lupa kalo lagi dua jam gue ada ulangan tengah semester di kampus. Dengan waktu tersisa, gak mungkin gue tidur sebentar. Pasti gue bakal bangun pas ulangan udah selesai. Karena gak kuat gue memilih tidur sejam, lalu bangun untuk menghadapi uts tanpa belajar dan rasa ngantuk.

Pas ujian dimulai gue gak bisa mikir apa, bahkan sempat ketiduran beberapa saat. Gue pun terus melihat jam, berharap ujian segera berakhir. Karena kalo gue gak main sebentar aja, ranking gue bakal kesalip terus. Ujian pun berlangsung dua jam lebih, pulang dari itu tanpa peduli dengan temen sekitar, gue langsung balik, main lagi. Bener aja, dari rank 7 pas tadi pagi, gak main dua jam jadi rank 16. Kalo seterusnya begini, ujian bisa menghancurkan masa depan gue. Gue pun lanjut main lagi, gak peduli bakal pingsan atau gimana. Ya, gue freak abis.

Bukannya kembali ke posisi yang gue pengen, malah makin hancur. Dari ranking 5 besar, terlempar ke 30 besar. Gue ngerasa mungkin ini efek dari ujian, sehingga bikin rank gue turun, sementara gue jadi kesel dan gak bisa berpikir jenuh sampai main jadi sering kalah. Ujian menghancurkan gue. Bahkan saking gak bisa berpikir jernih, ada suatu pertandingan dimana gue main buruk, sampai salah satu di tim gue berkata, “Itu ada yang top global, tapi mainnya bego bener. Joki ya?” Dan yang ngatain itu suara cewek.



Malemnya gue diajak main bareng temen, pas gue masuk gue liat temennya, kayaknya gak asing namanya. Kayak pernah tau. Ternyata itu RRQ Kenboo, pemain game professional dari tim rrq divisi pubg. Gila, gue main sama artis lagi. Dan yang bikin kaget lagi, gue juga main sama calon istri di masa depan, BTR Alice. Gue bertekad, menunjukkan kehebatan gue yang sesungguhnya. Selama main, gue ngerasa cuma gue dan kenbo aja yang jago di tim. Sisanya cuma jadi pelengkap, tim hura-hura. Pas gue kalah, gue ngeliat tim sendiri, lalu pengen banget mengumpat, “Kalo noob mending gak usah main game!” Pas gue liat ada Alice, gajadi. “Wajar, namanya aja masih adaptasi.”




Dari awal main bareng sampai akhir, kita gak ada yang saling berkomunikasi. Gue semakin termotivasi untuk lolos seleksi BTR, demi alice.

Selama dua hari gue cuma dapet tidur 2 jam. Dan itu pun ranking gue malah nurun terus. Besoknya gue  ketemu temen-temen kampus, karena ada rapat buat program kerja. Sesampai di tempat yang dibilang, gue disambut dengan kata, “wih kakak btr” mendengar itu gue cukup tersanjung. Gue bakal jadi satu-satunya atlit esport yang terkenal dari kampus gue. Juga gue bakal ngisi seminar motivasi di kampus gue sendiri. Sebentar lagi cewek-cewek di kampus pasti bakal pada luluh sama gue. Milih cewek, udah kayak nunjuk donut di JCO.

Temen gue sendiri tau karena gue nunjukin screenshot chat dengan Natic, dan bukti kalo gue bukan pemain biasa atau pemain noob yang sok jago. Awalnya gue mengirimkan bukti itu ke grup, meminta dukungan doa, padahal mau pamer.

Dari awal rapat sampai akhir, gue tetap main ngejar rank. Gak peduli apa yang dibicarakan di sekitar. Selesai rapat gue ngikut temen gue buat ketemu sama salah satu perwakilan provider internet. Disana gue cuma nyimak aja pembicaraan. Ibaratnya seorang sales, temen gue promosi tentang gue, seorang top global game call of duty mobile. Sekali lagi gue merasa tersanjung, bangga dengan diri sendiri. Pasti mas-mas di depan gue takjub, ada top global di depan matanya. Bahkan pada suatu kesempatan gue pernah ditawarin masuk timnya yang katanya punya sponsor, pas gue jawab, orangnya hilang tanpa kabar.

Besoknya karena gue bosen duduk sepanjang hari di rumah, ahkirnya gue pergi nyari hiburan, ke minimarket. Duduk di sana, beli satu minuman, lanjut main lagi. Kalo di minimart, gak ada gangguan buat main. Gue main seperti biasa, lalu mendadak disconnect. Point gue berkurang banyak, peringkat gue turun lagi, gue kesel mesti ngembaliin point yang hilang gara-gara disconnect tadi. Terlalu kesel gue main lagi, disconnect lagi. Gue coba lagi, disconnect lagi. Total 3 kali keluar dari permainan. Sekarang gue pun harus berjuang keras buat ngembaliin point yang berkurang karena disconnect.

Mengembalikan point yang begitu banyak berkurang pun gak mudah, gue mulai kalah, menang, kalah, menang. Jangan-jangan masa kejatuhan gue mulai mendekat. Lawan yang gue hadapi semakin berat, sementara gue semakin konyol. Gue pun mencoba menganalisis kenapa gue makin kacau. Gue ngerasa salah satu penyebabnya karena banyak player kampret yang jago-jjago pindah dari game lain. Banyak atlit-atlit esport berpengalaman yang mencoba menjajal game ini, sementara gue yang masih kacangan ini jelas terbantai.

Tapi kalo dipikir, gue udah main berbulan-bulan lebih awal dari mereka. Jauh sebelum gamenya dirilis di Indo. Mungkin gue ngedown, gak punya mental seorang pemain professional. Karena terlalu sering main tanpa berhenti, orang tua gue berkata, “Main game terus gak ada masa depannya,” Lalu gue pun menjelaskan soal peluang yang gue punya. Responnya pun, “Kalo sebulan ga dapet duit dari game, berenti aja.”

Semenjak itu gue kepikiran, gue gak boleh gagal, ini kesempatan terbesar dalam hidup. Menjadi pro player itu enak, karena main game adalah passion gue. Kebanyakan pro player itu terkenal dan sukses. Tapi gue berpikir, kalo gue jadi proplayer, gue harus tinggal di Jakarta, karena tempatnya memang disana. Itu berarti, gue harus cuti kuliah. Dan itu mantap, gue jadi termotivasi untuk cuti kuliah.

Besoknya gue duduk di tempat nongkrong biasa, melamun, dan berkonsultasi dengan seorang teman. Gue bercerita soal tanda-tanda kejatuhan gue, yang hari itu rankingnya udah menembus 70. “Ini pasti gara-gara lo masuk BTR. Lo belum siap masuk tim besar,” kata temen gue, mencoba menganalisa permasalahan gue.

Bener juga omongannya, Semenjak masuk BTR, permainan gue makin kacau. Gue jadi lebih gegabah, karena harus jadi nomer satu dan main gue harus bagus gak boleh jelek. Berbeda dengan sebelum gue masuk BTR, gue gak ada motivasi jadi no 1 dan harus main bagus, taunya gue udah nomer satu. Seakan main gue harus selalu bagus, karena kalo jelek, tim gue bakal kena hujat di grup facebook. Main dengan Natic dan anak BTR lainnya pun gue malah gak pede, padahal gue termasuk beruntung, karena sering diajak mabar sama Natic. Sayangnya gue gak mampu memanfaatkan momen itu untuk membuatnya terkesan.



“Kalo lo gini terus, dari rank 70, bisa hilang dari peradaban lo,” ucap temen gue. Gue ngerti maksudnya, artinya hilang dari klasemen rank.

Waktu itu gue ngerasa alam semesta berkonspirasi melawan diri gue, menghalangi gue menuju kesuksesan. Misalnya aja gamenya rilis, pas gue lagi uts hari pertama. Dan lebih parah lagi, pas gue jadi panitia acara konser di kampus. Gak heran waktu itu ada rapat, yang menganggu waktu banget. Rapat dari jam 4, selesainya bisa jam 7. 3 jam gak main, rank otomatis turun drastis. Belum lagi dimarah, karena kebanyakan main.

Waktu itu gue belum punya tim yang pasti, atau temen main yang klop. Jadi gue gonta-ganti orang, kadang menang, kadang kalah. Sementara lawan-lawan gue udah punya tim pasti dan mereka klop, jadi susah buat kalah.  Karena stres berusaha keras dan main seharian tapi hasilnya malah turun terus, akhirnya gue memutuskan ga main sehari.

Dan gue lupa, kalo BTR punya aturan ga main sehari, kick. Pas gue login atau main lagi, gue udah gak punya tim. Ditendang. Pupus harapan gue buat jadi tim inti BTR. Belum lagi gue nyesek ngeliat postingan di Instagram BTR tentang player siapa yang cocok jadi tim utama, banyak temen ngetag gue. Itu ngeselin, karena gue malah jadi yang cocok dikick. 



Beberapa minggu kemudian, temen main bareng gue masuk EVOS. Salah satu tim hebat dan terbesar saingan dari BTR. Gue ngeliat video perkenalannya, jadi membayangkan kalo gue di dalam video itu. Berpose layaknya pro player seperti biasanya, lalu share di story Instagram. Sayangnya semua tidak terjadi, satu-satunya hal yang bisa gue share, dikick dari BTR.



Beberapa orang yang dulu pernah main bareng gue juga masuk di tim-tim besar esport. Bagi gue, mereka beruntung, karena gak ada uts dan rapat organisasi. Padahal, ya, gue gak jago.

Gak sampai dua minggu semenjak gue hilang peradaban dari rank, BTR mengumumkan tim utamanya. Beberapa orang di tim itu pernah gue kalahin sewaktu gue masih berjaya. Video perkenalannya pun dibuat dengan sangat epic, ada music edmnya. Yang denger pasti asik, tapi bagi gue itu lagu musibah, karena gue gak ada di video itu. Gue jadi membayangkan kalo gue yang ada di video tersebut, pasti udah gue share kemana-mana, bahkan grup wa keluarga.

Dulu setiap dipanggil, “Kakak BTR” oleh temen, gue bakal bangga sambil berjalan dengan rasa kemenangan. Sekarang terasa memalukan, dan menyakitkan, tapi diungkit terus sama orang.

Yang paling bikin gue sedih, keberhasilan gue tinggal beberapa langkah lagi. Andai aja gue konsisten main bagus dengan pede, dan tentunya gak ada rapat. Pasti gue udah cuti kuliah, main game sambil makan pizza, diundang jadi pembicara motivasi di kampus.

Tim BTR yang terbentuk itu pun memang cukup jago, ditambah lagi yang buat strategi si natic. Gak heran gue denger mereka banyak menangin tournament. Gak heran juga gue makin merana setiap ngeliat mereka angkat piala. Kan gue jadi ngebayangin itu gue yang angkat piala bareng mereka.



Untuk kalian pemain-pemain game yang pengen masuk Industri esport, jangan ikuti jejak gue. Belajar dari gue. Sebenarnya yang diperlukan dalam dunia esport menurut gue adalah mental yang kuat. Kalo kalian selalu percaya diri, dan gak gemetar tiap ngeliat lawan yang pake nickname clan besar atau ranknya lebih tinggi, pasti kalian bakal jadi pemain hebat. Gue sendiri tiap liat lawan yang peringkatnya 100 besar, pasti udah down duluan. Coba deh kalian pede, gak usah takut lawan peringkat 10 besar sekalipun, pasti hasilnya…tetep kalah juga sih.

Yang paling penting, cari tim mabar yang bener, jangan gonta-ganti. Biar klop dan makin padu, ikutin tournament-tournament. Kalo menang ya bagus, kalo kalah ya namanya progress, kalo kalah terus yaudah, jangan main lagi. Bikin malu aja.

Gak kalah penting sebelum ikut tournament itu lebih baik ajak tim lain buat sparing atau Latihan. Karena bakal terbiasa main menghadapi tekanan dan strategi-strategi. Gue sendiri cukup jago ngelawan musuh yang random, berlima gak satu tim. Giliran lawan musuh yang berlima satu tim, gue udah kayak butuh ngulang ke practice lagi.

Gue gak tau gimana system masuk tim esport. Yang gue tau, kalo udah gabung, harus rajin ke GH atau istilahnya gaming house buat latihan. Kalo pun waktu itu gue memang beneran masuk BTR, gue pasti udah cuti kuliah, karena mesti merantau ke Jakarta. Dan orang awam pasti bakal berkata, “Bodo banget berhenti kuliah demi main game. Mau jadi apa ke Jakarta main game doang?” 

 Seharusnya waktu itu gue konsisten selama sebulan. Kalo pun gue gagal masuk BTR, harusnya sih gue sadar, waktu itu masih banyak tim besar esport buka lowongan. Seharusnya gue berusaha, bukan berhenti main beberapa waktu. Yang paling penting menurut gue, hilangin rasa “gue gak sejago mereka” atau “gue noob, gak pantes jadi pro player” Pemikiran kayak gini bisa bikin cepet nyerah. Karena semua ada proses dan waktunya sih, gue percaya itu.

Tapi, semua udah terjadi. Sekarang pun gue gak nyesel sama sekali, karena.. gamenya sepi. Gue kira bakal ngalahin pubg, nyatanya temen gue pada pindah pubg semua. Belakangan ini gue dapet kabar, lol versi pc bakal ke mobile. Ini kesempatan buat kalian untuk curi start bagi yang mau jadi pro player. Kejar global rank, cari temen buat tim, ikut tournament. Dan gagal kayak gue.

Mendadak jiwa gue bergejolak, apa gue bakal ngejar top global di game ini? Kalo pun gue berniat, gue yakin, gamenya rilis pas malem sebelum ujian dan hari penuh rapat.

Selasa, 10 Maret 2020

Nyaris Ditangkep Polisi dan Dikeroyok Ojol

Setiap orang pasti punya impian dalam hidup mereka. Begitu juga dengan gue. Kaya, bisa berbagi, dan punya istri cantik. Gue termotivasi untuk meraih semua itu masa muda. Sebelum lulus SMA, gue udah merencanakan bagaimana cara gue meraih mimpi.

Rencana ini berjalan kacau. Karena suatu kejadian yang mengancam hidup dan masa depan gue.

Jadi waktu itu, sehabis gue tamat SMA, bulan Mei ada suatu kejadian yang membuat Indonesia berduka. Yaitu bom surabaya pada bulan Mei 2018.  Semenjak itu gue jadi paranoid sendiri. Pergi ke mall? Takut kena bom. Nongkrong di cafe? Takut kena bom. Bahkan di lampu merah sekali pun gue takut, jangan-jangan bomnya ada di mobil sebelah gue?

Tapi ada yang lebih gue takutin dari mati, masuk penjara. Gue gak pernah membayangkan kalau gue masuk penjara. Kebebasan direnggut, impian hancur, dijauhin semua cewek. Apalagi masuk penjara karena suatu kejadian, yang menurut gue konyol.

Jadi ceritanya pas itu, setamat SMA, gue hampir tiap hari pergi ke rumah temen, lalu nongkrong di sana ama yang lain. Seperti udah jadi kebiasaan. Biasanya pas nongkrong kita bakal ngomongin game, cewek, dan temen yang gak ada di tempat. Karena waktu itu ada kejadian bom surabaya, kita gak jadi ngomongin soal temen, melainkan membahas hal itu.

Daerah gue tinggal kebetulan memang sangat waspada semenjak kejadian bom itu. Keamanan semakin diperketat. Kejadian bom surabaya itu menurut berita salah satu pelakunya adalah wanita bercadar hitam. Sejak itu, banyak orang waspada kepada wanita bercadar. Padahal gak semua kayak gitu.

Gue mendapat kabar kalo di daerah gue ada wanita bercadar mencurigakan yang berdiam lama di depan kantor polisi. Jelas ini menimbulkan ketakutan tersendiri bagi orang, karena persis seperti apa yang terjadi di Surabaya. Temen gue, lebih paranoid lagi. Dia bilang kalo dia habis melihat wanita seperti itu di supermarket. Gobloknya, paranoidnya menimbulkan petaka dan musibah bagi orang yang berada di dekatnya, gue dan temen lain.

Dalam grup temen kelas, dia bilang, "We Teroris! " Sambil ngetag salah satu temen gue. Yang menurut gue orangnya aneh dan freak. Entah apa responnya, semoga aja nyambung. Grup makin ramai, gue cuma ngirim, "wkwkw" aja karena gak mau nyari masalah. Apalagi kondisi lagi sensitif gini, bercanda seperti ini malah bahaya.

Temen gue melanjutkan, "We lo tadi yang di supermarket tu ya?"Temen gue yang lain ikutan menambahkan. Gue menambahkan juga, dengan, " Wkwkw"

Gak lama, sesuatu hal buruk dalam hidup gue terjadi. Seperti hidup gue bakal hancur dalam sekejap. Temen gue yang diledek ini membuka grup, melihat chat itu, dan marah. Kalo marah ngajak berantem, gue ladenin. Kalo marah ngeblock, gue ladenin. Kalo marah ngelapor, gue ngumpet.

Jadi temen gue ini merasa tersinggung, lalu ngelapor ke salah satu lembaga keagamaan yang namanya gak pernah gue denger, dan ngelapor ke guru agama di sekolah gue, biar diproses. DIPROSES. Gue gak tau diproses kayak gimana. Apa gue dan temen bakal diproses di sekolah, dibatalin kelulusannya, atau yang paling gue takutin, diproses ke kepolisian. Gue gak bisa bayangin ditangkep, dimasukin penjara, cuma karena 'wkwkwk' doang. Sementara temen gue yang lebih parah, hukumannya sama. Mending gue ikut ngatain.

Memang bukan gue pelakunya. Ibaratnya gue ini seperti seorang remaja yang kebetulan berada di rumah temen yang pake narkoba, lalu digrebek polisi. Benar tapi di tempat yang salah.

Sore itu bersama temen gue lainnya, kita berunding. Apa yang harus dilakukan selanjutnya? Akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke Mall. Mungkin ini terakhir kali gue ngeliat mall, sebelum bebas nanti. Mungkin ini terakhirnya kalinya gue bahagia. Atau mungkin juga gue bakal ketangkep di sana.

Gue berempat pergi bersama menuju sebuah mall, lalu kita berkeliling sejenak, dan akhirnya duduk di halaman terbuka. Gue udah merhatiin sekitar, Jangan-jangan sekitar gue udah ada polisi nyamar yang sedang mengintai kami.



Lalu gue memeriksa grup line, masih hening. Gue dan temen yang lain saling ngobrol soal hal tadi. Sejujurnya gue sedikit penasaran, apa gue bakal kena hukuman? Berapa lama gue bakal dipenjara? Apa gue bakal dibebasin? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Sekian lama grup hening, akhirnya gue mendapat kabar terbaru. Salah satu temen gue cerita kalo dia didatengin sama temen gue yang jadi korban pembullyan, lalu menangis soal ejekan temen gue. Mendengar itu gue jadi kasian, menjadi korban bercandaan yang sensitif. Sore itu gue dan temen lain menyusun rencana. Rencana pertama, datengin rumah temen gue, siapa tau masih ada di sana. Minta maaf, kasus dihentikan, kita gak ditangkep. Kedua rencana melarikan diri, gue bakal nginep di rumah temen bareng, menikmati kebersamaan terakhir sebelum terpisah jeruji besi.

Sesampai di rumah temen gue, ternyata dia udah pulang. Rencana pertama pun gagal, kasus pun tetap berlanjut. Kita semua masih belum tenang. Opsi terakhir pun jatuh pada pasrah menunggu polisi menjemput di rumah temen gue. Malam itu gue menatap langit, membayangkan segala mimpi indah yang sebentar lagi buyar karena teman gue yang kampret. Sebelum gue tidur, gue ngerasa, mungkin besok pagi gue bakal dibangunin sama anjing pelacak milik polisi beserta pasukan polisi yang udah mengepung rumah temen gue.

Pagi hari gue terbangun, dan gak ada apa-apa. Mana nih polisinya? Mana nih anjing pelacak nya? Atau jangan-jangan diproses batalin kelulusan sma? Seharian gue nunggu gak ada. Berhari-hari juga gak ada apa pun. Itu berarti temen gue memang... Aneh.

Keanehan temen gue ini pun masih berlanjut beberapa tahun kemudian.Dan kali ini gue yang kena. Jadi gue waktu itu gue lagi punya niat besar untuk grebek rumah temen gue yang no life. Gue mencari cara biar dia mau keluar rumah, lalu gue tangkep dan ajak pergi. Salah satu rencananya yaitu dengan berpura-pura jadi kurir paket yang nelepon dia, ngasih tau kalo udah di depan rumah.



Karena temen gue ini kalo dipanggil gak keluar rumah, gue sempat berpikiran untuk demo di depan rumahnya dengan toa. Tapi gak jadi, gak nemu toa. Juga gue pernah nyuruh temen nelepon, tapi ketahuan. Gue bilang dia harus menghargai ojek online, dia bekerja demi keluarganya. Tapi temen gue bilang, "Mau dia demo, mau apa gue gak peduli. "



Seakan gak nyerah, gue coba lagi. Kali ini dgue nyuruh temen cewek untuk nelepon dia. Lalu gue mengirimkan alamat temen gue ini ke grup. Karena temen gue yang mau nelepon ini nyuruh. Pas gue kirim ke grup, ternyata yang ngerespon temen gue yang dulu pernah mau ngelapor ke polisi. Responnya pun kali ini sangat aneh.



Menghina gojek? Orderan fiktif? Apa maksud semua ini? Sejak kapan ngeshare alamat itu menghina gojek? Gue gak bisa bayangin ketika naik gojek, terus masnya nanya, "Alamat rumahnya benar ini mas?" Lalu gue jawab, "Mohon maaf mas kalo ini menghina harga diri mas sebagai driver, alamat rumah saya di sini."

Apa hubungannya? Gue pun membela diri, karena gak salah. Responnya pun tambah nyolot, membela argument nya, yang tentunya gak nyambung. Temen gue yang lain pun keheranan, kenapa nih orang? Mungkin pernah jadi korban orderan fiktif ribuan kali, sampai ngeliat alamat pun marah besar. Mungkin penumpangnya nanti ketika ngasi tau alamat rumahnya pun dia bakal marah, "Dasar penghina ojek, orderan fiktif."



Malam waktu tenang untuk nongkrong menjadi waktu gue untuk berdebat dengan dia. Gue gak salah, dia ngerasa gue salah besar. layaknya gue seorang yang pantas untuk dihukum. Sampai akhirnya dia bilang, "Gue laporin ke temen gue yang gojek. Ini lagi di rumahnya."

Saat itu gue cuma berharap: semoga temennya gak segoblok dia. Berharap pas dia ngelapor gini, temennya nganggep dia ini aneh. Gue terus membela diri, karena gak salah, dan gue terus dianggep salah. Temen gue yang masih waras lainnya juga nganggep itu bukan penghinaan. Tapi dia ini bersikeras, bahwa keanehannya harus menang.



Gue pernah baca suatu kutipan, "Jangan pernah berargumen dengan orang bodoh, karena mereka akan membawa mu ke kebodohannya dan mengalahkan mu dengan pengalamannya bodohnya." Akhirnya gue pun males berdebat.

Tapi gue juga ngebayangin, gimana kalau ternyata temennya sejenis kayak dia? Jangan-jangan besok pagi rumah gue didatengin pasukan hijau-hijau. Tapi gue yakin ini semua cuma bohongan. Kalo pun beneran, dia juga gak tau rumah gue. Kalo pun beneran, jangan-jangan dia bakal dateng ke alamat yang gue share? Dan itu rumah temen gue. Gue gak bisa bayangin kalo rumah temen gue ini didatengin pasukan ijo-ijo. Pasti gak bakal keluar rumah juga, ngumpet, syok ternyata omongan gue kenyataan. Disangka mereka pada marah karena temennya gak dihargai.

Gue berharap semoga terjadi. Namun kenyataan tidak berpihak, semua hanyalah bualan belaka. Ancaman itu rupanya sama kayak dulu, gak terwujud. Ditangkep polisi, dipenjara, dan didatengin pasukan ojek online, semua gak terjadi. Entah nantinya dia bakal ngancem apa lagi, semoga enggak mengancam yang lebih ekstrim lagi. Misalnya ngelapor ke PBB. 


Kamis, 02 Januari 2020

Ketika Kuliah Salah Jurusan

Sekarang gue percaya apa kata orang, kehidupan setelah lulus SMA memang keras. Gue gak tau tujuan dan mau ngapain setelah itu. Gue berpikir untuk kuliah perfilman, namun gak ada jurusannya di Bali. Cadangan jurusan lain juga gue gak tau mau apa. Karena gak mau salah pilih jurusan dan berakhir jadi mahasiswa 14 semester, gue memutuskan untuk break setahun. Break setahun pun gue gak tau mau ngapain, akhirnya gue menghabiskan setahun menjadi anak no life.

Break setahun itu ada gak enaknya, kadang malu kalo ke rumah temen. Karena orang tua mereka suka nanya sesuatu yang menyinggung gue sebagai anak no life,misalnya, "Kamu kuliah di mana? " Gue suka bingung harus ngerespon kayak gimana, gak mungkin juga gue jawab, "Pengangguran Tante. Anak tante kok enggak?"

Gak enaknya juga temen-temen pada kuliah dan sibuk sama dunia masing-masing. Suatu siang waktu gue gak ada aktivitas (selalu) gue ketemuan dengan salah satu temen baik waktu SMA. Orangnya tampak senang dan bahagia menjalani kuliahnya. Dia sendiri memilih jurusan kitchen bagian memasak selama 2 tahun di salah satu kampus yang gak gue tau keberadaannya di muka bumi ini. Menurut gue jurusan kitchen itu keras, karena kerjanya penuh dengan tekanan dan harus cepat sigap.

Sementara temen gue ini tiap ada kegiatan di sekolah pasti lari kabur ke parkiran, atau sibuk tidur seharian di kamarnya. Konon juga kata temen gue yang lain, di rumahnya orang tua atau dia juga gak pernah masak, bahkan sampai mie sekali pun. Dan kulkasnya juga kosong, cuma isi jeruk nipis. Gue sendiri sebagai teman yang baik, agak kaget sama jurusan yang dia pilih. Karena terakhir kali gue liat dia masak, hasilnya jadi mie goreng garam (masak mie pake garam setengah bungkus)

Walau begitu, gue yakin dia udah berubah. Sekarang pasti dia jauh lebih baik lagi menjadi manusia. Dia suka bercerita tentang kuliahnya yang menyenangkan karena cepet pulangnya, jadi dia bisa tidur sampai besoknya. Atau semenjak kuliah, dia bisa dapet pacar yang baik hati dan tajir.

Mendengar ceritanya gue yakin dia pasti bener pilih jurusan. Maka dari itu gue juga harus bener. Beberapa bulan sebelum test masuk kampus, gue memutuskan untuk masuk jurusan managemen. Ikut testnya dengan semangat, dan ketika ngerjain soal ekonomi gak bisa gue jawab satu pun. Dua minggu sebelum ospek gue pindah jurusan, ke ilmu hukum. Semua demi menghindar bertemu angka dan hitungan.

Mendekati masa ngampus, temen gue ini ngajak gue ketemuan di suatu tempat nongkrong. Dia mulai mengeluh. Dia bercerita kalo sekarang dia sedang mengalami masa yang berat dalam hidupnya. Masa training. Kampusnya mewajibkan setiap mahasiswa untuk training di suatu hotel selama 6 bulan. Dari pagi sampai sore selama 9 jam, atau dapat shift nya siang sampai malem. Tentunya ini masa berat karena mengurangi jam tidurnya dan santainya.

Katanya training nya itu berat, udah kayak orang kerja. Dimarah, dibentak, disuruh cepet-cepet. Misalnya dia pernah dimarah karena motong bahan makanan yang lama, karena motongnya mesti isi ukuran seberapa. Apalagi udah penuh tekanan, dia cuma dibayar 500 ribu sebulannya. Dia mulai gak betah.

Saat itu gue bertanya, "Sekarang lo bisa masak apa aja? " Dan dia menjawab dengan mudahnya, "Gak tau." Itu semua karena sehabis mendapat ilmu, dia gak bisa mempraktekkan nya kembali di rumah karena di rumahnya memang gak pernah ada aktivitas memasak sekalipun. Mungkin juga karena gak ada bahan makanan di kulkasnya, cuma ada jeruk nipis.

Selama ngobrol di chat pun mulai muncul keluhan dari dia. Katanya dia mulai bolos training. Alasannya pun kampret dan sisi lain juga menyedihkan: pulang kampung karena omnya meninggal. Pas gue tanya kebenarannya, dia bilang palsu.

Seiring berjalannya hari dia makin gak kuat, karena dia gak punya temen (pulang sekolah lari ke parkiran pulang) maka gue yang dichat terus, dan karena temen maka gue ladenin aja. Ketidakbetahannya itu pun mulai mengusik hidup gue.

Suatu siang dia minta tolong sesuatu yang penting sama gue, yaitu bolosin dia training. Karena gue kasian sama dia, yaudah gue suruh dia dateng ke rumah gue. Dia dateng beneran ke rumah gue yang jaraknya jauh banget, semua demi bolos training. Gue pun menolong dia, dan ngechat salah satu yang mempunyai kedudukan di dapur hotelnya, seperti ini:



Demi bolos, dia rela mengatakan dirinya sedang celaka diserempet mobil. Kata orang, apa pun yang kita katakan adalah doa. Sungguh pembolos yang extreme dan garis keras. Gak lama bosnya pun menjawab, pas gue liat, gila ternyata bosnya ramah. Ternyata gampang juga ya bolos kerja. Pas gue buka chatnya, ternyata gini:




SURAT DC. Gue sendiri gak tau apa surat dc, pas dikasi tau ternyata itu surat ijin sakit buat yang kerja. Mampus. Kalo dia gak ngasih surat dc, pasti bakal disangka sakit bohongan. Maka, mau gak mau temen gue pergi ke dokter untuk membuat surat dokter palsu. Masalahnya juga, gue diajak sama dia buat nyari surat dokter. Karena gue nantinya mau download di tempat nongkrong, maka gue pun nemenin dia nyari surat dokter. Tapi sebelum itu, ada masalah berat. Mau pake alasan apa lagi pas ditanya dokter nanti, "Sakit apa?"Gak mungkin juga dijawab, " Bolos saya kambuh, dok."

Mau bilang kecelakaan pun juga gak bisa, karena gak ada bukti luka sehabis kecelakaan. Temen gue waktu itu punya niat yang ekstrim, nyuruh gue mukulin tangannya sampai bonyok dan biru, demi mendapat kepercayaan dokter. Tapi gak jadi, karena gue cuma jago nyakar orang. Maka dari itu kita saling bertukar pilihan, seperti sakit ketimpa penjor, ditabrak semut. Pilihan terakhir pun yaitu alasan sejuta orang: diare.

Gue dan temen berangkat ke salah satu klinik yang cukup terjangkau. Terakhir kali gue minta surat sehat, cuma bayar 50. Pas temen gue minta surat sakit, bayar 70 ribu. Temen gue mulai berakting, mukanya udah kayak orang sekarat, padahal cuma diare. Pas diperiksa gue kaget denger diagnosa dokternya, "Bagus! Perutnya masih berfungsi ini."

Cuma demi bolos training, temen gue mengeluarkan duit 70 ribu. Sungguh pembodohan. Gue yakin dia pasti bakal kapok dan menyesal. Empat hari kemudian dia dateng lagi ke rumah gue, minta dibolosin lagi.
Gobloknya juga gue malah ngebantu dia, seperti ini alasannya:




Jujur gue ketawa, gak nyangka, karena dia mecahin piring. Makin lama dia training, mungkin bakal banyak lagi yang pecah. Entah apa yang terjadi berikutnya. Tapi kali ini gue gak bantu dia ke dokter, karena kesiangan bangun. Pas gue buka HP dia bilang kalo dia mengeluarkan duit sebanyak 120 ribu cuma demi nyari surat ijin sakit. Pas gue tanya kenapa mahal, dia jawab, "Sama obatnya juga."

Goblok abis! Protes karena klinik rekomendasi gue mahal 70 ribu, dia nyari sendiri, habis 130 ribu. Jadi total dia ngeluarin uang 200 ribu cuma buat surat ijin sakit kerja. Pembolos terhebat. Hari demi hari berlalu dan gue gak tau apa dia bakal bolos lagi atau enggak.

Yang jelas tiap kali ketemu dia, gue ngerasa kasian. Pasti ada aja luka-luka di beberapa bagian tangannya. Misalnya tangannya melepuh kena minyak panas, tangan berdarah salah motong, dan mungkin selanjutnya sekujur tubuhnya kena goresan pisau.

Suatu hari dia bilang ke gue, kalo dia gak mau lagi dateng training. Itu berarti kalo dia gak training, maka bakal gak lulus kuliah. Katanya, udah kerjanya dibentak, gajinya gak seberapa. Gue bertanya kepada temen yang lain kebetulan juga pernah training, katanya dia gak dibayar sama sekali dan sekarang udah lulus. Sementara temen gue ini udah dibayar, masih mengeluh.

Temen gue memutuskan berhenti karena ngerasa bukan passionnya. Atau salah jurusan. Berhenti tanpa memberitahu orang tuanya. Gue gak bisa bayangin bagaimana reaksi dan kecewanya orang tuanya pas tau anaknya kayak gitu. Dan gue gak bisa bayangin seberapa gobloknya gue ngebantu temen ngelakuin hal goblok. Temen gue ini berhenti training, karena katanya dia udah mulai kerja. Jaga warnet. Katanya kerjanya santai, digaji sejuta. Sejujurnya gue bingung dengan pemikirannya. Kalo dia berusaha lanjut sampai lulus, bisa aja dia dapet kerjaan di kitchen yang gajinya sebanding. Dia malah meninggalkan kuliah yang tinggal setahun lagi, demi menjaga warnet yang digaji cuma sejuta.



Dia kerja di warnet deket rumahnya, sementara orang tuanya berpikir dia masih kuliah. Jadi dia berangkat pagi hari memakai celana panjang, sepahtu pantopel, demi tidak menimbulkan kecurigaan dia tampil persis orang kerja. Padahal ke warnet. Dia merahasiakan segalanya ke orang tua, bahkan tempat kerjanya pun juga dirahasiakan. Gue gak bisa bayangin kalo suatu hari Bokapnya mau ngeprint, terus melihat anaknya yang ngelayanin. Temen gue bilang, "Ini lagi kuliah masak, di cooking dash!"

Dia bilang ke gue kalo dia berhenti biar ada waktu untuk ngerjain project youtube bareng gue. Di sisi lain gue ragu, orang kayak gini bisa diajak kerja gak ya? Gue takut waktu dapet penghasilan AdSense cuma 2000, dia berhenti, lalu bilang, "Mending jaga warnet!"

Suatu hari, dia memutuskan hal gila, bilang ke orang tuanya kalo berhenti kuliah. Entah apa respon orangtuanya, gue gak bisa membayangkan. Dan gue gak bisa membayangkan lagi ketika gue udah duduk di teras rumahnya, ngebantu dia buat ngomong sama orang tuanya. Pada nyatanya gue cuma diem minum teh kotak, menunggu temen gue ngomong soal ini ke orang tuanya di kamar. Entah kenapa gue malah ikut campur begini. Goblok abis. Keberadaan gue malah meyakinkan orang tuanya kalo gue yang menjadi penyebab ini semua.

Pikiran gue mengawang, membayangkan ada baku hantam di rumah, diamuk, atau diusir lalu lari dari rumah naik motor. Pas dia keluar, ternyata badannya masih utuh tanpa kekurangan satu pun. Dia berkata, "Orang tua ku juga sebenernya gak setuju aku masuk jurusan kitchen. Tapi diliat aku kayak mau dan seneng."

Anjrit! FREAK NIH ORANG! Kalo gak bisa kenapa gak nolak aja? Gue gak ngerti sama temen gue dan keluarganya. Gak pernah atau jarang yang namanya komunikasi. Gue gak bisa ngebayangin kesehariannya mereka gimana. Mungkin waktu hari libur semua di rumah, sedang nonton TV, dan berempat diam sepanjang hari tanpa ngomong.

Setelah itu temen gue terus melanjutkan hidup. Kerja di warnet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan katanya dia udah gak dikasi uang lagi, buat makan sekali pun gak dikasi. Uang sehari-hari yang didapat dari warnet, cuma buat makan aja. Pernah temen gue ngirim foto satu tahu isi, katanya dia cuma makan itu seharian. Gue gak tau bagaimana nasib temen gue beberapa bulan lagi. Dari badannya kayak tahu isi, mungkin bakal jadi togenya.

Dia juga cerita kalo orang tuanya mulai gak suka sama dia, wajar kecewa. Bahkan sampai mulai ada tanda-tanda mau diusir. Temen gue ini pun sempat nginep beberapa hari di rumah om dan tantenya, menceritakan itu semua. Omnya sedih, karena dulu pernah ngerasain salah jurusan. Maka dari itu omnya berniat untuk menguliahkan temen gue tahun depan di tempat yang berbeda. Temen gue seneng, bahkan dia ngirim foto ke gue tentang kamar barunya. "Aku bakal tinggal di sini sekarang!"

Beberapa minggu kemudian temen gue ngechat gue, "Woi! Aku nginep di rumah mu ya!" Lalu gue jawab, "Berapa lama?" Dia menjawab lagi, "Selamanya!" Kampret! Gue baru pernah ketemu temen yang ngerepotin temen lain kayak gini. Pas gue nanya kenapa dia gak tinggal di sana lagi, dia bilang, "Om ku udah dipengaruhin otaknya sama ibuk ku. Sekarang om ku berubah pikiran."

Akhirnya dia balik ke rumah lagi. Pikir gue dia bakal hidup di jalanan, ternyata balik ke rumah lagi. Melanjutkan hidup, sebagai penjaga warnet. Orang tuanya tetap ngotot agar temen gue training lagi, nyelesein pendidikan kuliah yang tinggal setahun lagi. Namun karena udah banyak gak dateng training, maka temen gue dapet tambahan tiga bulan ekstra training. Dapat dipastikan wisudanya terlambat.

Tapi dia tetap gak mau lanjut. Malah terus melanjutkan profesinya sebagai penjaga warnet. Tiap gue ke warnetnya, pasti dia lagi duduk depan komputer nonton pertandingan mobile legends. Kadang dateng bocah-bocah, lalu berkata, "Om bikinin tabel!", "Om Prinint gambar tari daerah!" Pada suatu kesempatan gue cerita ke temen lain, dan mereka pada bingung, namun juga bersimpati. Bahkan salah satu orang yang dulu sering mukulin temen gue ini, dateng ke warnet temen gue sambil bawain nasi goreng.

Waktu berlalu, tibalah masa dimana temen gue ngasih tau kalo dia udah resmi berhenti kuliah. Orang tuanya udah dateng ke kampus, untuk mengurus pemberhentian kuliah. Gue gak tau gimana perasaan orang tuanya, mengharapkan anaknya lulus dan mendapat sertifikat. Sementara anaknya selalu bilang, "Buat apa aku lulus kalo ujung-ujungnya jadi pengangguran?"

Sekian lama gak ketemu temen gue ini, suatu kesempatan dia cerita ke gue lewat chat. Dia bilang kalo sekarang udah berhenti kerja di warnet. Dia udah kerja di sebuah perusahaan investasi. Katanya semenjak dia keluar dari warnet, tempat itu langsung bangkrut. Karena gak ada yang mau kerja disana. Kalo gue jadi dia, mungkin aja gue bakal bilang, " Saya tetap kerja di sini, asal gaji jadi 10 juta sebulan! " Mungkin aja diterima, saking gaada yang kerja.

Kali ini temen gue mau ngerepotin gue lagi. Sosialisasi ke rumah. Jujur, investasi saham itu gue gak ngerti, dan mikir gak ada manfaat yang didapat. Apalagi dia selalu bilang siang, sementara gue masih ngampus.

Suatu hari dia ngajak gue ketemuan, di tempat biasanya nongkrong. Pas gue kesana, gue kaget. Ngeliat dia pake kemeja, tas baru, meja penuh makanan dan minuman. Gila! Semenjak kerja nasib temen gue berubah jauh. Dari makan tahu isi seharian, jadi makan spaggheti, nasi goreng dan dua minuman dingin. Sementara gue masih sama, mesen minuman 10 ribu, duduk diem berjam-jam. Tambah kaget lagi pas gue liat di tengah meja terdapat iPhone. Gila! Temen gue freak abis! Baru kerja sebentar, udah banyak duit. Mungkin beberapa bulan lagi gue diajak nongkrong, nih warung langsung dibeli di tempat.

Dia cerita kalo kerjaannya sekarang cuma sosialisasi. Ngomongin soal pekerjaan, gue agak waspada sama lowongan kerja jaman sekarang. Karena sering ada kasus penipuan, udah kerja sebulan, gak digaji. Dengan alasan gak dapet nasabah investasi 100 juta. Dan itu memakan banyak korban. Maka gue bilang ke temen gue, "Waspada! Awas lo ketipu! Udah dapet gaji belum? "

Dia jawab santai, sambil makan spagghetinya. "Gak bakal ditipu. Baru juga kerja seminggu, mana dapet gaji."

Sebulan kemudian gue dichat, "Anjir aku ketipu! Gak digaji bng***" Lalu dia ngajak gue ketemu buat bercerita. Pas gue kesana, gue kaget. Ngeliat dia duduk pake kaos, makanan cuma nasi goreng beserta satu minuman dingin. Sementara gue masih sama, mesen minuman 10 ribu, duduk berjam-jam. Lebih kaget lagi gue ngeliat di meja, cuma ada handphone kentang lamanya. iPhonenya hilang mendadak. Pas gue tanya kenapa, dia jawab, "Disita bapak ku."

Jadi selama ini itu iPhone punya bapaknya. Pas temen gue ini berhenti kerja, otomatis bapaknya langsung ngambil. Temen gue ini berhenti, karena udah sebulan lebih gak dapet gaji. Pas gue nanya perusahaan mana, dia kayak gak mau jawab. Dia bilang di suatu tempat yang lumayan jauh, gue masih curiga. Gue suruh foto tempat kerja kantornya, dia gak kau. Katanya bakal dimarah bosnya. Gue mikir, kantor apaan sih yang tertutup gini? Bukannya malah mencurigakan?

Soalnya temen gue yang lain juga pernah jadi korban penipuan perusahaan investasi. Gak digaji. Padahal awalnya dia berfoto dengan tumpukan duit kantor. Ngajakin gue dan temen lain untuk kerja di kantornya. Memuja kantornya tiap hari. Sampai akhirnya dia gak digaji dan alasan lainnya, dia menghujat kantornya habis-habisan. Di berbagai sosial media miliknya, bahkan ngasih tau gue dan temen lainnya untuk gak kerja di sana. Untungnya gue dan yang lain gak tersesat bareng dia.

Gue yakin kalo perusahaannya itu memang yang sama, yang nipu temen gue sekarang ini.
Tapi gue gak ngerti dia gak ngaku, seolah mau melindungi kantornya itu. Mungkin takut mengetahui kenyataan kalo memang kantor yang gue bilang itu benar-benar tempat dia kerja.

Beberapa hari kemudian dia bilang kalo perusahaaan yang gue ceritain itu memang tempat dia kerja. Dia keluar dari kantor, dan menerima begitu saja tanpa protes. Katanya dia dapet lowongan kerja dari ibunya.  Dan dia nerima gitu aja, tanpa mencari tau informasi tentang tempat kerjanya itu. Anjrit, goblok abis nih orang. Gue yakin kalo orang kayak temen gue ini gampang terpapar radikalisme. Tinggal dijelasin dikit, diimingi dengan gaji puluhan juta, mungkin dia bakal bilang, "Ya saya mau!"

Sekarang dia udah gak kerja lagi. Menghabiskan waktu sepanjang hari di kamar, atau kadang les bahasa Inggris. Dia bilang kalo mau nabung buat trading, biar duitnya banyak dan gak perlu kerja sama orang.Gue mengiyakan aja, walau gue gak yakin kalo dia ngerti begituan, karena nyoba aplikasi yang masih percobaan aja udah bangkrut terus.

Beberapa hari yang lalu, dia ngajakin gue buat ketemuan. Katanya dia mau bantu temennya buat laporan training. Karena gue sibuk, gue gak bisa pergi. Gue tanya ngapain dia bantu temennya buat laporan training, sementara dia udah berhenti kuliah dari lama. Gue kasian, khawatir temennya tersesat mengikuti wejangan temen gue ini. Temen gue menjawab, dan gue kaget banget. Dia nyogok kuliah.

Jadi bapaknya nyogok uang ke kampusnya, demi biar temen gue ini dapet sertifikat. Karena temen gue memutuskan gak mau training, maka gak bisa dapet sertifikat tanda lulus. Bapaknya pun nyogok demi anaknya. Pasti ngerasa rugi, udah bayarin kuliah setahun, malah berhenti padahal tinggal setahun lagi.

Gue ngerasa kasian sama orang tuanya, berharap anaknya bisa lulus lalu mendapat pekerjaan terbaik. Namun anaknya malah berhenti di tengah jalan. Di sisi lain gue tau gimana rasanya kuliah salah jurusan, bukan passionnya pasti gak nyaman menjalani, apalagi sampai kerja nanti. Ini semua karena jarang komunikasi, seharusnya dia cerita sama orang tuanya apa yang dia suka dan yang gak dia suka. Bukan hanya mengiyakan saja apa saran orang tua. Sekarang, gue gak bisa membayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan orang tuanya. Entah, gue berharap yang terbaik aja. Dan gue berharap, semoga dia gak diusir dari rumah, lalu tinggal di rumah gue selamanya. Karena cuma gue temen satu-satunya.

Gue belajar banyak hal dari temen gue ini. Apa yang dipilih, adalah tanggung jawab. Selesaikan apa yang telah dimulai.

Saat menulis tulisan ini, gue lagi ngopi di suatu tempat, yang sunyi. Mendadak gue terpikir, segala kekacauan yang terjadi selama kuliah di semester satu. Apa gue salah jurusan juga?